PANJA Sektor Hulu Listrik Verifikasi Biaya Produksi Listrik PLTGU Muara Tawar dan Tanjung Priok
Panitia Kerja (Panja) Sektor Hulu Listrik Komisi VII DPR RI melaksanakan verifikasi biaya produksi listrik di Pembangkit Listrik Tenaga Gas dan Uap (PLTGU) Muara Tawar dan PLTGU Tanjung Priok, Jakarta.
Hal ini dimaksudkan guna, menindaklanjuti hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang menyatakan, ada 8 pembangkit listrik yang tidak efisien dan berpotensi merugikan keuangan negara hingga mencapai Rp 18 triliun.
Selain itu BPK menemukan persoalan dalam hal ketersediaan energi primer, biaya operasi dan pemeliharaan. "Kami temukan kebenaran, terbuka, tidak ada yang meleset, karena audit BPK itu merupakan hasil penelitian selama 10 bulan," kata Ketua Panja Hulu Listrik DPR RI Effendi Simbolon dalam kunjungan lapangan di PLTGU Muara Tawar, Kabupaten Bekasi bersama beberapa anggota Panja lainnya. Rabu, (26/10),
"Kami berkunjung untuk melakukan verifikasi hasil temuan itu dan terbukti ada pemborosan energi karena PLTGU yang seharusnya memakai bahan bakar gas justru menggunakan BBM," ujar Effendi.
“Sejauh ini PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) selalu dihadapkan persoalan klasik yakni subsidi. Besaran subsidi itu diperlukan untuk menopang disparitas harga dari Biaya Pokok Produksi yan cukup besar yakni mencapai Rp 45 triliun pada tahun 2012,”jelasnya
Pemerintah telah menyampaikan akan menaikkan tarif dasar listrik 10 persen dengan besaran penghematan subsidi Rp 9 triliun. "Padahal banyak hal yang bisa dilakukan untuk penghematan," kata dia menegaskan.
Ia menambahkan, upaya menaikkan menaikkan TDL dinilai belum diperlukan sampai ada efisiensi biaya operasional di pembangkitan.
"Inefisiensi bukan melulu kebijakan PLN, tetapi juga hasil kebijakan eksternal," ujarnya. Hasil BPK diharapkan untuk membuka pengelolaan PLN yang memiliki belanja modal Rp 170 triliun sedangkan listrik yang dihasilkan 30.000 Mega Watt.
"Ini termasuk boros. Output yang dicapai dengan biayanya dan peningkatan rasio elektrifikasi tidak sebanding," ujarnya. Atas dasar itu, pemerintah diminta serius membuat terobosan. "Tinggal berpulang ke pemerintah apakah mismanajemen, pembiaran, atau ada faktor-faktor lain, ada kesengajaan karena faktor pidana," ujarnya.
Menurutnya DPR juga mempertanyakan pengalihan pasokan gas yang terkontrak untuk PLTGU Muara Tawar ke pembeli di Singapura. "Mengapa kontrak gas untuk PLN itu dianulir dengan rapat. Kami minta itu dibatalkan karena merugikan PLN, yang terbebani adalah rakyat," kata dia.(nt)